Kamis, 27 Desember 2012

PENGEMBANGAN KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah (Nana Sukmadinata: 1997. Hlm: 150). Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidikan, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud member pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Sedangkan Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, yang mana didalamnya mencakup beberapa hal diantaranya adalah: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: di dalam mengembangkan sebuah kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu, sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti yang di harapkan. Dan mengenai prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum akan kami jelaskan selengkapnya dalam pembahasan. B. Rumusan Masalah 1. Prinsip-prinsip apakah yang dipakai dalam pengembangn kurikulum? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? 3. Artikulasi dan hambatan yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? 4. Model-model apa saja yang digunakan dalam pengembangan kurikulum? BAB II PEMBAHASAN A. Prinsip-Prinsip Pengembangn Kurikulum Dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ada beberapa prinsip dasar yang harus kita perhatikan, agar kurikulum yang kita jalankan benar-benar sesuai dengan apa yang diharapkan. Prinsip-prinsip dasar yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Menurut Nana Sukmadinata (1997:150) ada dua prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. 1. Prinsip Umum Ada beberapa prisip umum dalam pengembangan kurikulun, diantaranya: a. Prinsip relevansi Ada dua relevansi yang herus dimiliki kurikulum, yaitu: a) Relevansi keluar, maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan (sesuai) dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. b) Relevansi di dalam, yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. b. Prinsip fleksibilitas Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur/feksibel c. Prinsip kontinuitas Prinsip kontinuitas yakni adanya kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah,dan antara berbagai tingkat bidang studi dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. d. Prinsip efisien prinsip efisien berhubungan dengan perbandingan antar tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh kurikulum dikatakan memiliki tingkat efesien yang tinggi apabila dengan sarana,biaya yang minimal dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal. e. Prinsip efektivitas Prinsip efektivitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar 2. Prinsip Khusus Ada beberapa prisip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prisip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar dan penilaian. a. Perinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan Para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal yang sesuai dengan ke butuhan pendidikan dalam memilih isi pendidikan yaitu: 1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan 2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap dan keterampilan 3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis c. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar Dalam menentukan proses belajar mengajar hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: kecocokan metode mengajar, variasi mengajar, urutan kegiatan, pencapaian tujuan, keaktifan, perkembangan, jalinan kegiatan belajar disekolah dan dirumah d. Prinsi berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran Beberapa prinsip yang dijadikan pegangan untuk menggunakan media atau alat bantu pembelajaran, yaitu: 1) media atau alat yang diperlukan 2) pengorganosasian alat 3) pengintegrasian dalam kegiatan belajar e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian Dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yaitu : objektifitas, komprehensif, kooferatif, mendidik, akuntabilitas, dan praktis. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum Menurut Nana Sukmadinata (1997:158) ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum: 1. Perguruan tinggi Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru diperguruan keguruan (lembaga pendidikan tenaga kependidikan). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya. 2. Masyarakat Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah. 3. Sistem nilai Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya : a. Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat b. Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral c. Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru d. Menghargai nlai-nilai kelompok lain e. Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada C. Artikulasi dan Hambatan Pengembangan Kurikulum Artikulasi dalam pendidikan berarti “kesatupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum. Bila artikulasi dilaksanakan dengan baik akan terwujud kesinambungan pengalaman belajar sejak TK sampai perguruan tinggi, juga antara satu bidang studi dengan bidang studi lainnya. Dalam mengusahakan artikulasi kurikulum tersebut murid pun perlu dimintakan pendapatnya tentang hubungan pelajaran yang satu dengan yang lainnya, hubungan antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya. Salah satu hal yang sering dipandang menghambat artikulasi adala pembagian menurut tingakat belajarnya. Hambatan-hambatan Pengembangan Kurikulum Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan, yaitu 1. Guru Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberapa hal yaitu 1) Kurang waktu 2) Kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. 3) Karena kemampuan dan pengetahuan guru sendiri. 2. Masyarakat Untuk pengembangan kurikulum butuh dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. 3. Biaya Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi, atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. D. Model-Model Pengembangan Kurikulum Dalam buku karangan Nana Sukmadinata (Pengembangan Kurikulum Teoritis Dan Praktis, 1997:161) ada delapan model pengembangan kurikulum, yaitu: 1. The administrative model Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan membentuk suatu komisi/tim pengarah pengembangan kurikulum, tim kerja pengembangan kurikulum dan tim pengembang kurikulum. Tugas tim/komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah tim komisi selesai dalam menjalankan tugasnya, hasilnya akan dijadikan kurikulum yang sesungguhnya, yang lebih oprasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas ini dilaksanakan oleh tim oleh tim kerja pengembangan kurikulum. Setelah tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekilah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tesebut. 2. The grass roots model Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan atau kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat gross roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan morl grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. 3. Beuchamp’s system Model pengembangan kurikulum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal didalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu: 1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi atau seluruh negara. 2. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, diantaranya: a. Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar. b. Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih. c. Para profesional dalam sistem pendidikan. d. Profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat. 3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Dan dalam menetukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu: a. Membentuk tim pengembang kurikulum. b. Mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan. c. Studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru. d. Merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru. e. Penyusunan dan penulisan kurikulum baru. 4. Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan menejerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat. 5. Evaluasi kurikulum. Langkah ini mencakup empat hal, yaitu: a. Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru. b. Evaluasi desain kurikulum. c. Evaluasi hasil belajar siswa. d. Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. 4. The demonstration model Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Menurut Smite, Stanlay, dan Shores ada dua variasi model demonstrasi ini, yaitu: 1. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. 2. Kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Ada beberapa kebaikan dari pengembangan kurikulum dengan model demonstrasi ini, yaitu: 1. Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dilaksanakan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis. 2. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administrator, dibandingkan dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh. 3. Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demonstrasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tetapi pelaksanaannya tidak ada. 4. Modeel ini sifatnya yang grass roots menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru. Kelemahan model ini, adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan-enggan, dalam keadaan teburuk mungkin akan terjadi apatisme. 5. Taba’s inverted model Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduktif, dengan urutan: 1. Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar. 2. Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komukmen-komikmen tertentu. 3. Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh. 4. Melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum byang lebih mendorong inovasi dan kretivititas guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari arah model tradisional. Ada lima langkah dalam pengembangan kurikulum model Taba ini, yaitu: 1. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang saksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini, yaitu: a. Mendiagnosis kebutuhan. b. Merumuskan tujuan-tujuan khusus. c. Memilih isi. d. Mengorganisasi isi. e. Memilih pengalaman belajar. f. Mengeorganisasi pengalaman belajar. g. Mengevaluasi. h. Melihat sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962: 347-379). 2. Menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi penyempurnaan. 3. Mengadakan revisi dan kosolidasi. Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. 4. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya. 5. Implementasi dan desiminasi, yaitu menerapkan kurikulum baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. 6. Roger interpersonal relations model Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan (ia ahli psikologi atau psikoterapi) tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model rogers, yaitu: 1. Pemilihan target dari sistem pendidikan. Di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. 2. Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Sama seperti yang dilakukan para pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan kelompok. 3. Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitaor dari luar. 4. Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordianasi oleh BP3 msing-masing sekolah. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, anak, dan dengan guru. 7. The systematic action-research model Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari sekolah dan mayarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu: hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research. Langkah-langkahnya yaitu: 1. Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-fakor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. 2. Implementasi dari keputusan yang diambil. Tindakan ini segera didikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1) Menyiapkan data bagi eavaluasi tindakan. 2) Sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi. 3) Sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi. 4) Sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut. 8. Emerging technical model Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya: 1. The Behavioral Analysis Model, menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhanayang tersusun secara hierarkis. 2. The System Analysis Model berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah-langkahnya: a. Menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. b. Menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. c. Mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. d. Membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan. 3. The Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dalam mengembangkan kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagi berikut : a. Prinsip relevansi b. Prinsip fleksibilitas c. Prinsip Kontonuitas d. Prinsip Efektifitas e. Prinsip evisiensi 2. Ada tiga factor yang mempengaruhi pengembanga kurikulum, yaitu : a. Perguruab tinggi b. Masyarakat c. Sistim nilai 3. Artikulasi dan hambatan pengembangan kurikulum Untuk merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan kesinambungan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum memiliki beberapa hambatan, diantaranya: a. Dari factor guru b. Dari factor masyarakat c. Dari factor biaya 4. Terdapat beberapa model dalam pengembangan kurikulum, diantaranya: a. The administrative modle’s b. The grass roots model c. Beuchamp’s system d. The demonstration model e. Taba’s inverted model f. Roger interpersonal relations model g. Emerging technical model h. The systematic action-research model DAFTAR PUSTAKA Prof. Dr. Syaodih, Nana. Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum Toeori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar