BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam
berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Ilmu Kalam secara etimologi adalah menurut kamus besar
Arab adalah القولُ= الكلامُyang bermakna “berbicara, barkata”. Istilah lain dari
Ilmu Kalam adalah teologi islam, yang diambil dari Bahasa Inggris, theology.
William L. Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning god (
dikursus atau pemikiran tentang Tuhan). Sedangkan Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu
yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika
dan filsafat.
Kaum
teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan
pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang
pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau
ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari
teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah
digoyahkan.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa begitu banyak aliran-aliran yang muncul dalam proses
perkembangan ilmu kalam sehingga banyak pertanyaan-pertanyaan yang mungkin
timbul dari diri kita tentang apa dan bagaimana aliran-aliran tersebut.
Diantaranya adalah khawarij dan murji’ah yang akan kita bahas dalam makalah
ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana
sejarah munculnya aliran islam khawarij dan murjiah ?
2.
Siapa saja
tokoh aliran islam khawarij dan murjiah ?
3.
Bagaimana doktrin
aliran islam khawarij dan murjiah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN KHAWARIJ
1.
Sejarah
Kemunculan Aliran Khawarij
Secara etimologis kata khawri’j berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.
Berdasarkan pengertian etimologi khawarij berarti setiap muslim yang ingin
keluar dari kesatuan umat islam. Kelompok ini bisa disebut khawarij atau
kharijiyah.
Sedangkan yang dimaksud khawarij dalam
terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi
Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketida ksepakatan terhadap
keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim, dalam perang Siffin pada
tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok bughat(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sofyan
perihal persengketaan khilafah.[1][1]
* `tBur öÅ_$pkç Îû È@Î6y «!$# ô ÇÊÉÉÈ
Artinya:
“Barang siapa keluar dari rumahnya dengan
maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. An-Nisa:100)
Kelompok Khawarij
pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali
merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Mu’awiyah berada di pihak yang salah
karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawri’j pihak Ali hampir memperoleh
kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik
ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan
yang hamper diraih itu menjadi raib. [3][3]
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik
ajakan damai kelompok Mu’awiyah
sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan
sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra
seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud
bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan
peperangan. [4][4]
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud
mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam) nya, tetapi orang-orang Khawari’j menolaknya. Mereka beralasan
bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka
mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat
memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali
diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti
Ali. Mereka membelot dengan mengatakan,”Mengapa
kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi
Allah. “Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka
artikan dengan keliru. “Pada saat itu juga orang-orang khawari’j keluar
dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawari’j disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut
dengan Syurah dan Al-Mariqah. Di
Harura, kelompok Khawarij ini
melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah
dan juga kepada Ali.[5][5] Abdullah bin Wahb ar-Rasibi sebagai pemimpin
mereka
2.
Doktrin-doktrin Aliran Khawarij
Khawarij memimiliki doktrin-doktrin pokok, yaitu:
a.
Pandangan
politik
1)
Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas
oleh seluruh umat Islam
2)
Khalifah tidak harus berasal dari keturunan
arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah
memenuhi syarat.
3)
Khalifah dipilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan
bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4)
Khalifah sebelum Ali (Abu Bkar, Umar, dan
Utsman) adalah sah. Tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya,
Utsman r.a. dianggap telah meyeleweng.
5)
Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng.
6)
Muawiyah dan Amr bin
Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi
kafir
7)
Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga
kafir
b.
Doktrin Teologi dan Sosial
1) Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Mereka
juga menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung
beban harus dilenyapkan pula
2) Adanya
Wa’ad dan Wa’id (orang yang baik
harus masuk surge, sedangkan orang yang jelek harus masuk neraka)
3)
Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka
4) Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
5) Amar ma’ruf
nahi munkar
6) Memalingkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat
(samar)
7) Qur’an adalah
makhluk
8) Manusia bebas
memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
B.
ALIRAN MURJIAH
1.
Sejarah
Kemunculan Aliran Murjiah
Nama Murji’ah diambil dari
Al-Irjo’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penanggungan dan
pengharapan. Dengan demikian, mereka berdiri di seberang yang berlawanan dengan Khawarij dan aqidah mereka kebalikan
yang sempurna dari aqidah Khawarij,
Mazhab mereka ini dapat diungkapkan dengan bahasa kekinian sebagai Mazhab Tasamu (toleransi), yakni
toleransi agama antara kelompok orang mukmin dalam batas-batas Islam. Tidak ada
saling mengkafirkan dan tidak ada pula saling mengutuk. [6][12]
Kelahiran Firqah
Murji’ah tidak begitu jelas,tetapi dapat dibatasi waktu munculnya
yaitu pada dekade-dekade terakhir dari abad pertama. Firqah ini lahir ini sebagai efek antitesis
atau reaksi terhadap kehiperbolisan khawarij dalam aqidah mereka dari segi
pengafiran dan keberkerasan bahwa amal adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari iman. Menurut Khawarij pelaku
dosa besar bukanlah seorang mukmin. Orang-orang Murji’ah mengatakan pendapat
yang sebaliknya, iman adalah
ma’rifatullah (mengenal Allah) tunduk, dan cinta kepada-Nya dengan hati.
Adapun ketaaatan-ketaaatan lain selain itu bukanlah dari iman dan
meninggalkannya tidak merusak hakikat iman,tidak disiksa apabila iman tersebut
murni dan keyakinan benar.Pendapat ini diriwayatkan dari Yunus bin Aun an
Numairi, yaitu salah seorang pelopor pendiri mazhab ini dan kepadanya
dinisbatkan Firqah Yunusiyah dari Murji’ah.[7][13]
Diantara pendapat-pendapat mereka yang
mahsyur sebagai peribahasa dari mereka
adalah maksiat atau kedurhakaan tidak merusak selama beriman, sebagaimana ketaatan
tidak berguna selama beriman,
sebagaimana ketaatan tidak berguna bersama kekafiran. Muqatil bin
Sulaiman berkata, dia termasuk golongan
ini, “Bahwasanya kemaksiatan tidak akan
merusak neraka, “Ghassan al Kufi mengatakan, “Iman itu bertambah dan tidak
berkurang”.[8][14]
2.
Doktrin Aliran
Murjiah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan
dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang
politik, doktrin irja
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu
diekspresikan dengan sikap diam.[9][15]Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul
saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya
menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir
Al-Qur’an, ekskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet),
hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir hakikat Al-Qur’an, nama
dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[10][16]
Kaum Murji’ah dibagi
menjadi dua golongan besar:
a.
Golongan Moderat
Teolog muslim
mendasarkan iman pada 3 faktor utama,yaitu:
1) Tasdiq
(membenarkan dengan hati)
2) Iqrar
(pengakuan lisan)
3) Amal
(perbuatan patuh atau baik)
Murjiah telah mengangkat masalan pertam dan
kedua tersebut secara positif yakni dengan menekankan pentingnya kedua factor
tersebut, sedangkan mereka mengangkat masalah ketiga secara negatif yakni
dengan menolak kepentingan esensialnya menurut konsep iman.[11][17]tetapi golongan moderat tidak menolak secara
mutlak nilai amal. Tetapi paling tidak mereka tidak menganggapnya sebagai salah
satu dari yang iman. Mereka lebih menganggapnya sebagai hal yang sekunder.
Sementara dalam hal pelabelan kafir, golongan moderat berpendapat bahwa orang
yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan
dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada
kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya.
3.
Sekte-sekte
Aliran Murjiah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah
tampaknya dipicu oleh perbedaan penadapat di kalangan para pendukung Murji’ah
sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para
pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah.
Golongan
Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim
a. Golongan
Moderat
Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi), Abu Yusuf dan
beberapa ahli hadits. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam
neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa
tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama
sekali. Menurut golongan ini, bahwa orang islam yang berdosa besar masih tetap
mukmin.
b. Golongan
ekstrim
Golongan yang ekstrim dipelopori oleh Jahm Ibn
Shafwan. Menurut Jahm, orang islam yang percaya kepada Tuhan kemudian
mengatakan kafir secara islam, belumlah menjadi kafir karena iman dan kufur
terletak dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia bahkan orang
itu tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran
agama lain, menyembah salib dan kemudian meninggal. Orang-orang itu bagi Allah
tetap mukmin yang sempurna karena iman bagi golongan Murji’ah terletak dalam hati, hanya Tuhan yang mengetahui,
timbullah dalam pendapat mereka bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan jahat
tidak merusak iman. Jika seseorang mati dalam keadaan beriman, dosa-dosa dan
pekerjaan jahat yang dilakukannya tidak akan merugikan orang itu
Adapun yang termasuk ke dalam kelompok ekstrim
adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah dan
Al-Hasaniyah, Al-Ghailaniyah, As-Saubaniyah, Al-Marisiyah, dan Al-Karamiyah.
Pandangan tiap kelompok ini dapat dijelaskan sebagi berikut:
1) Kelompok Jahamiyah
2) Kelompok ash-shalihiah
3) Kelompok al-ubaidiyah
4) Kelompok al-hasaniyah
5) Kelompok al-ghailiniyah
6) Kelompok as-saubaniyah
7) Kelompok al-mansyiyah
8) Kelompok al-karamiyah
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara
etimologis kata khawarij berasal dari
bahasa Arab, yaitu kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Terdapat beberapa doktrin
pokok dalam kaum Khawarij. Doktrin
yang dikembangkan kaum Khawari’j
dapat dikategorikan dalam tiga kategori:
politik, teologi, dan sosial. Dalam perkembangannya subsekte Khawari’j yang besar terdiri dari
delapan macam.
Murji’ah diambil dari Al-Irjo’, yaitu menunda, menangguhkan,
mengakhirkan: mungkin karena mereka mengakhirkan tingkatan amal dari iman, atau
kah mereka menangguhkan hukuman terhadap pelaku dosa besar sampai hari qiamat,
dan menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya. Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan
dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang
politik, doktrin irja
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu
diekspresikan dengan sikap diam. Golongan
Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan
ekstrim.
DAFTAR PUSTAKA
[1][1] Abdul Rozak, Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam (Bandung : Pustaka
Setia, 2007) hlm 49
[2][2] Muhammad Ahmad , Tauhid Ilmu Kalam (Bandung :CV Pustaka
Setia,1997) hlm 151
[3][3] Abdul Rozak, Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam, hlm 50
[4][4] Ibid
[5][5] Ibid.. hlm 51
[6][12] Ibid .. hlm 56
[7][13]Muhammad Dhiauddin
Rais, Teori Politik Islam (Jakarta :
Gema Insani Press, 2001) hlm 260
[8][14] Ibid hlm 261
[9][15] Abdul Rozak, Rosihon
Anwar, Ilmu Kalam (Bandung : Pustaka
Setia, 2007) hlm 58
[10][16] Ibid
[11][17] Thoshihiko Izutsu,
Konsep Kepercayaan Dalam Teologi Islam, hal 106-107.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar