Senin, 08 April 2013

JABARIYAH DAN QADARIYAH



Dalil Naqli dan Aqli Landasan Jabariyah dan Qadariyah

Setelah admin mengulas sedikit tentang sejarah Jabariyah dan Qadariyah dan hal yang melatarbelakanginya. Kesempatan kali ini, sebagai bahan material makalah akan diulas sedikit dari landasan naqly (alasa yang diambil dari al-Quran dan Hadis) dan aqly (alasan yang bersandar pada akal atau rasional semata) yang menjadi pegangan sekaligus alasan "ada" nya kedua aliran teologi ini. 
1. Dalil-dalil naqliy sebagai dasar aliran Jabariyah  
  • QS. Ash-Shafaat  ayat  96 :
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".QS. 
  • Al-Anfal   ayat  17 :
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَـكِنَّ اللّهَ رَمَى

Artinya: ......dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang   melempar.
  •  QS.  al-Hadid ayat 22:
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
  • QS. Al-Insan  30  :
وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيماً حَكِيماً

Artinya: Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.



2. Adapun dalil-dalil aqliy yang dijadikan landasan  bagi  kaum Jabariyah    antara lain sebagai berikut:
  • Makhluk tidak boleh mempunyai sifat  sama dengan sifat Tuhan, dan kalau itu terjadi, berarti menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Mereka menolak keadaan Allah  Maha Hidup dan Maha Mengetahui, namun ia mengakui keadaan Allah Yang Maha Kuasa. Allahlah yang berbuat dan menciptakan, oleh karena itu, makhluk tidak mempunyai kekuasaan.
  • Manusia tidak memiliki kekuasaan sedikit juapun,  manusia tidak dapat dikatakan mempunyai kemampuan (Istitha`ah). Perbuatan yang tampaknya lahir dari manusia  bukan dari perbuatan manusia  karena manusia tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai pilihan antara memperbuat atau tidak memperbuat. Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk adalah perbuatan Allah dan perbuatan itu disandarkan kepada makhluk hanya penyandaran majazi. Sama seperti kata pohon berbuah, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan tenggelam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya.
1. Dalil-dalil naqliy yang menjadi dasar aliran Qadariyah
  • QS  Ar- Ra`du ayat 11 :
 إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri..
QS An –Nisa` ayat 110    :
 وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللّهَ يَجِدِ اللّهَ غَفُوراً رَّحِيماً

Artinya:...... Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, Kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.









2. dalil-dalil aqliy yang dijadikan sebagai landasan kaum Qadariyah adalah: 
  • Jika perbuatan manusia diciptakan atau dijadikan oleh Allah swt mengapa menusia diberi pahala jika berbuat baik dan disiksa jika berbuat maksiyat dan dosa, bukankah yang membuat atau menciptakan perbuatan itu adalah Allah swt sendiri.Jika  demikian halnya berarti Allah swt tidak bersikap adil terhadap   manusia, sedang manusia itu sendiri adalah adalah ciptaan-Nya. 
  • Melihat bahwa terdapat ayat ayat al-Qur’an dan dalil-dalil aqli menjadi landasan kedua golongan tersebut, tidak mengherankan, sekalipun penganjur paham Jabariyah dan Qadariyah telah lama meninggal, akan tetapi masih terdapat di kalangan kaum muslimin.
Dalam sejarah teologi Islam selanjutnya, paham Qadariyah dianut oleh kaum Muktazilah sedangkan paham Jabariyah moderat masih terdapat dalam aliran Asy’ariyah.






LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM



LANDASAN PENDIDIKAN ISLAM
FILOSOFIS

A.    LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik terhadap anak didik agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.[1]  menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaebani mengartikan pendidikan islam sebagai usaha mengubah tingkah laku individu, dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan masyarakat atau kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan.[2] Sedangkan Zuhairini mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak ddik supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran islam.[3] Jadi, dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pendidikan islam berarti usaha secara sistematis dan pragmatis untuk mengubah perilaku individu secara keseluruhan, membantu agar hidup sesuai dengan ajaran islam. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam keseluruhan aspek kehidupan manusia. Sebagai usaha sadar pendidikan selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas- asas tertentu. Landasan dan asas tersebut sangat penting karena pendidikan merupakan pilar utama dalam pengembangan manusia dan masyarakat. Landasan- landasan pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia dan mendukung perkembangan masyarakat. Sedangkan asas pokok pendidikan akan memberikan corak khusus dalam penyelenggaraan pendidikan itu. Beberapa di antara landasan pendidikan tersebut adalah landsan filosofis yang memegang peranan penting dalam menentukan peranan pendidikan.

B.     LANDASAN FILOSOFIS
1.      FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Kata filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu  philos artinya cinta dan sophia  artinya kebijaksanaan. Jadi filsafat dapat diartikan cinta pada kebijaksanaan.[4] Kata kebijaksanaan dalam bahasa arab diistilahkan al- hikmah. Oleh karena itu, filsafat adalah al- hikmah. filsafat pendidikan islam mengkaji hakikat dan seluk beluk pendidikan yang bersumber dari Al- Qur’an dan As- Sunah[5].
 Peranan filsafat dalam pengembangan ilmu pengetahuan jelas bahwa filsafat merupakan kerangka dasar bagi segala ilmu pengetahuan, sebab dalam filsafatlah terkandung nilai- nilai kebijaksanaan yang jadi penggerak dan pemberi semangat atau menjiwai ilmu- ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan segala pemikiranya.[6]
Filsafat pendidikan merupakan dasar ilmu yang memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang timbul dalam lapangan pendidikan. Dengan ini, dapat dinyatakan bahwa filsafat pendidikan tidak lain merupakan suatu analisa filosofis pada lapangan pendidikan. Dewey mengemukakan “ filsafat adalah teori umum bagi pendidikan, karena ia merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan “.[7]
Filsafat juga mempermasalahkan dan menggali faktor- faktor realitas dan pengalaman yang ditemukan dalam bidang pendidikan. Pemikiran- pemikiran dapat dijadikan landasan atau kerangka dasar penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Peranan filsafat pendidikan sangat menentukan dalam pelaksanaan pendidikan. DR. Fauzi al- Najjar menyatakan “ tidak ada tumbuh berkembang, dan selaras dalam bidang kemajuan selagi hal itu tidak bersandarkan pada pemikiran falsafah yang selalu disertai pembahasan dan daya cipta dalam dunia yang selalu bertarung dengan ilmu dan teknologi.[8]
Filsafat pendidikan islam sebagai bagian atau satu sub dari suatu sistem yang bulat dan terpadu apakah dari sistem pendidikan islam ataukah dari filsafat islam tentu memegang dan berperan pada sistem dimana filsafat pendidikan menjadi bagianya. Dalam sistem berfikir filsafat pendidikan islam dinyatakan sebagai sistem. Artinya, pendidikan islam berkaitan dengan tiga unsur fundamental yaitu[9]:
a.       Realitas masyarakat yang memandang ajaran- ajaran islam yang merupakan ide dasar pendidikan dunia akhirat.
b.      Ilmu pengetahuan tidak hanya memahami yang lahiriah tetapi yang batiniah pun menjadi objek kajianya.
c.       Semua yang ada dengan dan tanpa ilmu pengetahuan akan terus berubah.
Secara realitas filsafat pendidikan islam banyak berperan dalm mencari berbagai macam alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam pendidikan islam. Sekaligus juga memberikan pengarahan bagi perkembanganya. Peranan filsafat pendidikan mengacu pada :
a.       Arah pengembangan konsep- konsep filosofis dari pendidikan islam, yang secara pasti akan menghasilkan teori- teori baru dalam pendidikan islam.
b.      Arah perbaikan dan pembahasan kembali terhadap pelaksanaan dari pendidikan islam yang ada.

2.      KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN SEKOLAH
Dalam pendidikan, sudah pada mestinya dituntut kebijakan kebijakan yang sesuai dengan dasar yang berkaitan dengan kepribadian manusia. Para pendidik islam berkewajiban membimbing anak-anak islam untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi seorang muslim yang utuh. Dalam hal ini seperti yang ditandaskan oleh prof. Syed Muhammad al-Naquib al-aAttas, “pendidikan adalh suatu proses penanaman sesuatu kedalam diri manusia”. Suatu proses penanaman mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang disebut pendidikan secara bertahap.[10]
Dalam jalur pendidikan formal, ditemukan cara untuk membimbing peserta didik yaitu:
a.       Pembentukan kebiasaan (drill)
b.      Pembentukan pengertian
Pembentukan pengertian dimulai sejak dini dengan melihat kemampuan peserta didik dan prinsipnya tidak merugikan perkembangan jiwa anak. Pembentukan pengertian ini dapat diberikan sejak berakhirnya masa intelek (usia 7- 13tahun), masa remaja(13- 21tahun) dan dalam masa dewasa (21 tahun dan seterusnya).
c.       Pembentukan diri sendiri
Kedewasaan rohaniah merupakan tujuan akhir dari usaha pendidikan umum. Dalam pendidikan islam kedewasaan ini hanya merupakan tujuan sementara saja. Perhatikan ayat al- qur’an surat Al- An’am ayat 152, yang artinya “dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali debgan cara yang bermanfaat, hingga ia sampai dewasa”
Dalam surat tersebut kata dewasa diartiakan sebagai masa seseorang mencapai pengalaman dan pengetahuan.[11]
A.D Marimba menguraikan tentang kedewasaan yaitu seseorang yelah dewasa rohaniah, apabila ia bisa memilih sendiri, memutuskan sendiri, dan bertanggung jawab sendiri sesuai nilai- nilai yang di anutnya. Kedewasaan rohaniah merupakan tujuan akhir dari pendidikan umum. Bagi pendidikan islam, kedewasaan rohaniah barulah suatu tujuan sementara untuk mencapai terbentuknya kepribadian muslim.[12]
Kedewasaan rohaniah dalam hal ini berarti seseorang telah menentukan pilihan sendiri, memutuskan sendiri apa yang mereka kehendaki, dan mempertanggungjawabkan sendiri apa yang dikerjakanya. Jadi pendidikan merupakan pembentukan pribadi oleh dirinya sendiri atau sebagai pembentukan diri sendiri atau lebih bersifat mawas diri. 

3.      KESIMPULAN
Filsafat pendidikan islam merupakan landasan atau dasar pendidikan islam, disamping membantu atau menunjang terhadap berbagai tujuan bermacam- macam fungsi pendidikan islam serta meningkatkan mutu dalam pemecahan problematika  pendidikan. Dari segi lain filsafat pendidikan islam membentuk pendidikan yang khas sesuai prinsip- prinsip dan nilai islami.

4.      SARAN






Daftar pustaka
Tafsir, Ahmad, 2011, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:  Rosda Karya
Assegaf, Abd. Rachmat, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers
Assaid, Muhammad, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka
Basri, Hasan, 2009, filsafat pendidikan islam, Bandung: Pustaka Setia
Al- Maraghi, Ahmad Musthofa, 1992, Terjemah Tafsir Al- Maraghi,  Semarang: CV Toha Putra


[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, [Bandung:  Rosda Karya, 2011] cet. Ke- 10, hlm. 27
[2] Abd. Rachmat Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, [Jakarta: Rajawali Pers, 2011] cet. Ke- 2, hlm. 36
[3] Ibid
[4] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam,[ Bandung: Pustaka Setia, 209] cet ke- 1, hlm. 9
[5] Ibid. Hlm, 10.
[6] Muhammad Assaid, Filsafat Pendidikan Islam, [Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011]cet ke- 1, hlm. 17
[7] Ibid.
[8] op.cit. Hlm. 18
[9] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, [Bandung: Pustaka Setia, 2009] cet ke-1, hlm. 148
[10] Muhaimin Assaid, op.cit, hlm. 41
[11] Ahmad Musthofa Al- Maraghi, Terjemah Tafsir Al- Maraghi, [ Semarang: CV Toha Putra, 1992], Cet ke- 2, hlm. 118.
[12] Muhammad Assaid, lok. Cit., hlm. 45.